Rencana Pengembangan Sarana dan Prasarana Keterampilan Santri

Pembangunan sarana dan prasarana pendidikan keterampilan santri bertujuan untuk menyediakan fasilitas praktik pengelolaan pertanian dan peternakan sirkular yang menjadi target pendidikan pesantren. Fasilitas penunjang adalah sebagai berikut:  

  1. Peternakan domba dan sapi 

Fasilitas pelatihan keterampilan peternakan mencakup kandang dan hewan ternak, fasilitas pengolahan pakan ternak, fasilitas pengolahan kotoran untuk pengajaran industri pupuk organik dan fasilitas riset peternakan. 

Kandang dan hewan ternak  

Guna kepentingan pengajaran peternakan, pesantren membutuhkan kandang domba berkapaitas 150-200 ekor domba dan 5 ekor sapi. Fasilitas kandang ini mencakup kandang pemeliharaan secara koloni, pemeliharaan khusus untuk anak dan indukan beranak, kandang karantina khusus dan fasilitas perah.  Total kebutuhan kandang untuk jumlah hewan ternak 150 ekor adalah 4 blok kandang dengan luas 5,5m2 x 15m2 x 4 blok kandang. 

  1. Fasilitas produksi dan pengolahan pakan  

Fasilitas ini bertujuan untuk mencukupi kebutuhan pakan untuk produksi domba dan sapi yang dikelola oleh pesantren untuk praktik pendidikan ekonomi sirkular pertanian-peternakan untuk santri. Selain itu, fasilitas ini diproyeksikan pula untuk menjadi industri berbasis pesantren yang diharapkan turut bisa membiayai pembiayaan operasional pesantren.   

Fasilitas pengolahan kotoran, produksi pupuk dan energi terbarukan Instalasi Biogas Kotoran Ternak 

Sebagai salah satu upaya pengurangan pelepasan gas metana (CH4) ke lingkungan yang berasal dari kotoran hewan ternak dan upaya pengembangan ekonomi sirkular di kawasan pesantren, kandang hewan ternak akan diintegrasikan dengan pengolahan kotoran ternak secara terpadu. Pesantren menargetkan penyediaan instalasi biogas kotoran ternak yang terintegrasi dengan kandang. Instalasi biogas tersebut mendayagunakan limbah kotoran ternak menjadi bahan yang memiliki nilai ekonomi dan ekologi. Instalasi biogas akan menghasilkan dua produk utama, yakni: biogas yang bisa dimanfaatkan dalam aktivitas keseharian pesantren (bahan bakar dapur dan bahan bakar listrik); dan bio-slurry atau ampas biogas yang bisa dijadikan sebagai bahan pembuatan pupuk kompos, pupuk cair dan bio-pestisida. 

Instalasi biogas kotoran ternak membutuhkan sejumlah perlengkapan pendukung, yang paling utama adalah pembuatan Digester sebagai ruang penguraian kotoran ternak oleh bakteri secara anaerob (tanpa udara) untuk menghasilkan biogas. Digester perlu dilengkapi dengan lubang pemasukan (inlet) dan lubang pengeluaran (outlet), penampung gas dan penampung sisa buangan (sludge). Model digester yang akan dikembangkan oleh pesantren adalah model kubah (fixed dome). Selain digester, instalasi biogas kotoran ternak juga membutuhkan tangki penyimpanan biogas sebagai kontrol produksi biogas dan pemanfaatannya di lingkungan pesantren. Tangki penyimpanan biogas direncanakan pada tahap awal akan menggunakan bahan karet dengan kapasitas 10 m3. 

Rumah Kompos 

Fasilitas rumah kompos yang terintegrasi dengan instalasi biogas kotoran ternak akan memanfaatkan bio-slurry atau ampas biogas sebagai bahan baku pembuatan pupuk kompos. Ampas biogas yang dihasilkan dari proses penguraian di dalam digester memiliki unsur hara yang didominasi oleh unsur Nitrogen (N), sehingga masih memerlukan pengolahan lebih lanjut untuk memperkaya kandungan unsur hara yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan tanah dan tanaman yang dibudidayakan.  

 Bio-Slurry Sapi 
Bahan Organik C-org N-Total C/N P2O5 K2O 
Basah – 52,28 2,72 21,43 0,55 0,35 
Kering 68,59 17,87 1,47 9,09 0,52 0,38 

Rumah kompos akan menjadi ruang pengembangan keterampilan santri dalam penyediaan sumber daya pendukung pertanian. Selain produksi pupuk kompos, rumah kompos juga menjadi sarana produksi produk pertanian lain seperti: pupuk organic cair (POC), pestisida nabati, jamur dan bakteri pertanian. Penggunaan bahan organik ini akan bermanfaat untuk merestorasi kondisi fisika, biologi dan kimia tanah-tanah pertanian. Dengan demikian, upaya ini mencontohkan model restorasi tanah akibat defisit karbon organik yang banyak terjadi di kawasan-kawasan pertanian akibat penggunaan pupuk kimia sintetis secara massif dan jangka panjang. 

Fasilitas rumah kompos membutuhkan bangunan dengan ukuran 6 x 4 m x 2 unit. Bangunan rumah kompos akan menggunakan struktur baja ringan yang dilengkapi dengan 3 bak pengolahan kompos berukuran 2×2 meter, mesin pencacah dan ruang produksi produk pupuk organic cair, pestisida nabati, jamur dan bakteri pertanian. 

  1. Penyediaan Kawasan Pertanian Terpadu untuk Pendidikan Keterampilan 

Kawasan pertanian terpadu untuk pendidikan keterampilan santri akan mencakup 3 konsep agribisnis, yakni: kawasan pertanian tanaman pangan, kawasan pertanian tanaman buah, dan kawasan pertanian tanaman rempah. Pengembangan 3 konsep agribisnis tersebut merepresentasikan ragam potensi pertanian yang bisa dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia. Mengingat santri berasal dari daerah yang berbeda-beda, maka pendidikan keterampilan di bidang pertanian juga perlu merespons potensi yang ada di daerah asal santri. Harapannya, alumni pesantren dapat menggunakan keterampilan yang diperoleh untuk mengembangkan potensi lokal yang ada di daerahnya, sehingga mampu membangun usaha individu maupun usaha komunitas. Di masa yang akan datang, alumni dan komunitasnya akan menjadi jejaring produksi beragam produk pertanian yang bisa membentuk jejaring pasar yang mengedepankan prinsip perdagangan adil (fair trade). 

Kawasan Pertanian Tanaman Pangan 

Kawasan pertanian tanaman pangan akan menjadi ruang belajar dan pengembangan keterampilan santri dalam pengembangan konsep agribisnis tanaman padi dan berbagai tanaman sayur. Metode olah lahan, penanaman dan perawatan tanaman budi daya akan mengedepankan aspek ekologi. 

Proses budidaya tanaman pangan akan menggunakan sumber daya pendukung yang berasal dari rumah kompos (pupuk kompos, pupuk organik cair, pestisida nabati, jamur dan bakteri pertanian), sehingga produksi bisa dilakukan dengan menekan biaya modal menjadi lebih efisien. Di sisi lain, seiring dengan proses pemulihan lahan secara bertahap dari praktik pertanian ekologis, nilai produksi atau hasil panen akan mengalami peningkatan. Produksi beras organik atau beras sehat yang secara bertahap akan meningkat, membuka peluang bagi pesantren untuk menjadi pemasok beras di pasar lokal maupun nasional. 

Kawasan pertanian tanaman pangan akan menggunakan konsep sewa lahan tanah kas desa di sekitar pesantren dengan luas 4 hektar. Kebutuhan lahan 4 hektar guna mendukung pengembangan lahan pertanian dengan konsep rotasi tanam dan sistem irigasi berselang (intermitten irrigation). Konsep rotasi tanam atau gilir tanam memungkinkan budi daya tanaman lebih dari satu jenis tanaman dengan cara bergilir atau dalam waktu yang tidak bersamaan. Konsep rotasi tanam memiliki sejumlah keunggulan, di antaranya: mengurangi intensitas serangan dan risiko meledaknya populasi hama dan penyakit; meningkatkan kesuburan lahan pertanian; dan mampu membentuk ekosistem mikro yang stabil. Konsep rotasi tanam juga bisa dikembangkan sebagai upaya pemenuhan permintaan pasar beberapa jenis komoditas, terutama sayuran. 

Sementara sistem irigasi berselang (intermitten irrigation) menjadi upaya dalam menekan produksi gas metana (CH4) yang dihasilkan dari lahan pertanian. Penerapan sistem irigasi berselang menjadi wujud nyata peran kawasan lahan pertanian pangan pesantren dalam mengurangi potensi pemanasan global. Tidak hanya berproduksi secara baik dan bermodal rendah, kawasan pertanian pangan pesantren bisa menjadi contoh dan kampanye konkret praktik pertanian baik bagi para petani di desa-desa sekitar pesantren. 

Kawasan Pertanian Tanaman Buah 

Konsep agribisnis tanaman buah mengedepankan pada pemetaan pasar komoditas dan rantai pasok. Berbeda dengan tanaman pangan yang memiliki serapan pasar besar karena menjadi kebutuhan pokok masyarakat, pemasaran komoditas buah mensyaratkan kualitas produk sesuai dengan segmentasi pasar. Selain itu, pemasaran buah lokal juga bersaing dengan derasnya pasokan buah impor dari negara lain yang menjadi tantangan untuk menghasilkan panen buah dengan kualitas yang baik.Pada tahap awal pengembangan kawasan pertanian tanaman buah akan menggunakan lahan tanah kas desa di sekitar pesantren dengan sistem sewa. Luas lahan yang dibutuhkan adalah 2 hektar untuk pengembangan kebun pisang dan kebun pepaya yang masing-masing 1 hektar. Pengembangan kebun pisang dan kebun pepaya akan menerapkan konsep polikultur, tumpang sari dengan tanaman pakan ternak atau jenis tanaman lain. Siklus pertumbuhan dan masa panen tanaman pisang dan pepaya yang berlangsung secara terus-menerus, memungkinkan santri untuk mendapatkan pembelajaran dan praktik pengelolaan kebun buah dalam satu siklus tanam. Pengelolaan kebun juga akan terhubung dengan jalur distribusi komoditas buah di wilayah Yogyakarta, yang memungkinkan santri belajar pemasaran produk pertanian sesuai dengan kualitas hasil panen. 

Kebun pisang dan kebun pepaya akan menjadi landasan awal dalam pengembangan kawasan pertanian tanaman buah yang lebih luas dengan varietas tanaman yang lebih beragam.  Pada tahap selanjutnya, pesantren akan mengembangakan kebun induk tanaman buah varietas unggul (durian, alpukat, lengkeng, jeruk, mangga, jambu, dan lainnya). Kebun induk tersebut akan menjadi ruang belajar bagi santri dalam pengembangan bibit tanaman buah berkualitas dengan beragam metode, meliputi: perbanyakan generatif, perbanyakan vegetatif, dan kultur jaringan. Kawasan pertanian tanaman buah pesantren bisa menjadi laboratorium pengembangan bibit tanaman buah kualitas unggul yang menjadi sumber daya penting dalam agribisnis tanaman buah. 

Penanaman tanaman pakan ternak secara tumpang sari dengan tanaman buah menjadi bentuk integrasi antara pengelolaan lahan pertanian dengan pengelolaan peternakan di lingkungan pesantren. Pemenuhan sumber daya produksi di lahan pertanian bisa dipenuhi dari peternakan, dan sebaliknya pemenuhan pakan ternak bisa dipenuhi dari lahan pertanian. Konsep pertanian terintegrasi ini mengajarkan kepada santri tentang konsep agribisnis pertanian dan peternakan yang bisa dikelola dengan modal efisien dan hasil maksimal. 

Kawasan Pertanian Tanaman Rempah 

Pengembangan kawasan pertanian tanaman rempah akan fokus pada 3 jenis rempah komoditas pilihan, yakni vanili, kemukus, dan lada. Ketiga jenis rempah tersebut memerlukan penyesuaian agroklimat dan struktur penopang tanaman. Kawasan pertanian rempah akan menggunakan lahan tanah kas desa di sekitar pesantren dengan luas 1 hektar untuk 3 jenis komoditas rempah. Sebagai upaya penciptaan agroklimat dan struktur penopang pertumbuhan tanaman rempah, lahan perlu ditanami jenis tanaman seperti gamal atau Indigofera dengan jarak 2,5 x 1,5 meter. Selain berfungsi sebagai peneduh dan penopang pertumbuhan tanaman rempah, daun dari tanaman gamal atau Indigofera bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pengembangan kawasan pertanian rempah juga membutuhkan penyediaan bibit vanili, kemukus dan lada yang masing-masing berjumlah 500 bibit. 

Pada tahap awal, pengembangan kawasan pertanian tanaman rempah akan dilakukan dalam skala kecil menggunakan greenhouse dengan ukuran bangunan 25x12x3 meter. Fasilitas greenhouse akan menjadi ruang pengembangan tanaman rempah secara intensif, dengan konsep pembelajaran santri yang jugaintensif. Selain untuk pengembangan tanaman rempah, greenhouse juga memungkinkan digunakan sebagai ruang budi daya tanaman buah secara modern. Budi daya tanaman buah melon dan anggur misalnya, membutuhkan greenhouse agar bisa menciptakan ruang tumbuh yang sesuai dengan kebutuhan agroklimat tanaman, dan mendukung dalam penerapan pola perawatan tanaman secara intensif. 

Kawasan pertanian tanaman rempah akan menjadi ruang belajar bagi santri untuk memahami proses bisnis komoditas rempah dari hulu sampai hilir. Pada hulunya, santri akan mendapatkan pembelajaran tentang penangkaran bibit tanaman rempah dan pengembangan kebun budi daya. Sementara pada hilirnya, santri akan mendapatkan pembelajaran tentang pengolahan pascapanen, sortasi, pengemasan, dan pemasaran produk rempah untuk pasar ekspor. 

Standardisasi produk atau komoditas rempah untuk pasar ekspor bisa disebut sebagai standar yang tinggi. Pemenuhan pasar ekspor hanya bisa dipenuhi dengan hasil panen dengan kualitas yang baik. Hal tersebut akan merangsang pengembangan kebun dengan konsep budi daya yang baik. Selain pemasaran untuk ekspor, santri juga akan mendapatkan pembelajaran pengolahan komoditas rempah menjadi beragam produk turunan yang memiliki nilai tambah secara ekonomi. Produk-produk tersebut memungkinkan untuk diproduksi dan dipasarkan secara mandiri.