Tentang

Pada tahun 2024 ini, Yayasan Inisiatif Sosial Sya’roni dan Choiriyah akan melaksanakan pembangunan pesantren Oncor Punthuk Sewu yang berfokus pada blok Pesantren Tinggi untuk Keterampilan Pertanian, Peternakan dan Pemberdayaan Masyarakat. Pesantren tinggi ini mengedepankan kajian dan pendalaman ilmu agama tingkat lanjutan, pendidikan ilmu terapan pertanian dan peternakan, fasilitasi sosial dan riset sosial. Fokus-fokus tersebut disusun berdasarkan kajian yang dilakukan oleh tim pendiri pesantren. Semangat ini berkesesuaian dengan lingkup peran pesantren sebagai kelembagaan pendidikan, dakwah dan pemberdayaan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

Dengan sistem pendidikan terkonsetrasi, pesantren dengan tiga lingkup perannya (pendidikan, dakwah dan pemberdayaan masyarakat) berpeluang memperkuat santri dan lulusan dengan pelbagai aspek selain keilmuan agama untuk merespon perubahan demografi, sains, kompetisi ekonomi dan masuknya paham-paham keagamaan yang intoleran/radikal ke Indonesia. Bermodal sistem pendidikan yang berorientasi pada penguasaan agama –melalui pembelajaran kitab kuning yang intensif dan karakter (akhlaq), pesantren akan memperkuat sistem pendidikannya dengan fokus sains, teknologi, rekayasa, seni dan matematika (STEAM: Science, Technology, Engineering, Art and Math). STEAM juga beririsan dengan beberapa ilmu tentang manusia, seperti psikologi, sosiologi, ilmu politik dan selainnya. Sebagai contoh, keilmuan psikologi sangat kuat dalam penerapan matematika dalam psikometri yang kemudian disebut sebagai Penilaian Psikologis Berbasis Bukti (Evidence-based Psychological Assessment/EBPA).

Orientasi penguatan STEAM dalam pendidikan pesantren bertujuan mewujudkan masyarakat santri yang berkekuatan pada sains, ilmu terapan, dan kompetitif pada perkembangan keilmuan modern non-agama saat ini. Pertanian dan peternakan–termasuk perikanan merupakan sektor kerja yang dapat diisi oleh lulusan pesantren sebagai sumber mata pencaharian. Beberapa faktor menyebabkan strategisnya sektor pertanian dan peternakan untuk diisi oleh santri alumni pesantren, yaitu:

Penurunan jumlah petani muda. Penurunan jumlah angkatan muda petani di Indonesia sejak tahun 2010. Penurunan ini, jika terus terjadi diestimasi berdampak luas pada ketahanan pangan dan inflasi yang diakibatkan oleh kelangkaan sumber makanan pangan. Penelitian Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP, 2017) mengindikasikan semakin kecilnya partisipsasi kelompok muda untuk terjun di bidang pertanian dan peternakan. Survei KRKP di empat lumbung tani nasional (Tela, Kediri, Karawang dan Bogor) menunjukkan mayoritas petani saat ini berusia lebih dari 30 tahun (96,45 persen). Tersisa hanya 3,35 persen petani yang berusia kurang dari 30 tahun. Lebih mirisnya, tanaman pangan pokok di keempat lokasi dikelola oleh 57,57 persen petani yang telah berusia lebih dari 50 tahun.

Pertumbuhan penduduk dan ketahanan pangan. Pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun ke tahun membutuhkan rasio kecukupan bahan makanan yang berimbang. Tanpa keberimbangan tersebut, harga makanan akan terus naik dan menimbulkan inflasi. Besarnya jumlah lulusan pesantren merupakan peluang untuk mengisi sektor ini.

Asal santri dari kawasan agaris. Badruzzaman (2019) memperkirakan besarnya jumlah angkatan santri dari tahun ke tahun yang berasal dari wilayah-wilayah agraris. Analisis asal santri tersebut menumbuhkan harapan peran santri untuk turut dapat menggarap sektor penting ini. Melalui pembekalan agropreneurship oleh pesantren, lulusan dapat mengembangkan agribisnis individu maupun kelompok di daeah asal masing-masing.

Meski demikian, beberapa pendekatan perlu dilakukan untuk mempersiapkan alumni pesantren agar dapat masuk ke sektor pertanian dan peternakan, salah satunya adalah kapasitas. santri perlu memiliki kapasitas memadai dalam perencanaan, pengelolaan dan pemasaran produk pertanian dan peternakan untuk terjun ke agribisnis. Pendekatan sirkular ekonomi dan penerapan pertanian organik pun masih menyisakan ruang pasar yang cukup besar. Pasar komoditas organik tidak semata ada di dalam negeri, melainkan di luar negeri untuk komoditas-komoditas pertanian tertentu. Mengacu pada Asosiasi Organis Indonesia (AOI, 2023), pasar yang terbuka lebar sering tidak sepadan dengan kecukupan pasokan yang bisa diproduksi oleh petani organik. Hal ini mengindikasikan lebarnya peluang bagi santri alumni pesantren untuk mengambil peran ekonomi dalam rantai pasok komoditas pertanian organik ini.

Dengan pertimbangan tersebut, pesantren Oncor Punthuk Sewu berupaya untuk fokus menciptakan pendidikan keterampilan untuk alumni pesantren –terutama santri alumni yang tidak mengikuti pendidikan formal. Pendidikan keterampilan yang dipadukan dengan kemampuan fasilitasi sosial diharapkan mampu membekali alumni pesantren dengan kecakapan teknis agribisnis dan penyebarluasan keterampilan pertanian kepada masyarakat di daerah asalnya.

Tidak hanya berfokus pada Pesantren Tinggi untuk Keterampilan Pertanian, Peternakan dan Pemberdayaan Masyarakat, Pesantren Oncor Punthuk Sewu berorientasi untuk melakukan aktualisasi nilai Aswaja. Istilah aktualisasi nilai-nilai Islam Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja), salah satunya, digunakan oleh KH. Sahal Mahfudh ―Rais Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama 1999-2014― dalam tulisan bertajuk Nuansa Fiqih Sosial (Mahfudh, 2004). Bagi KH. Sahal Mahfudh, ajaran yang mengedepankan aqidah, syari’ah dan tasawwuf dalam corak yang moderat ini mengedepankan ciri berupa kesimbangan pada dalil naqliyyah dan aqliyyah. Keseimbangan ini mendorong sikap dan pemikiran yang adaptif dan akomodatif terhadap perubahan zaman, perkembangan masyarakat dan tantangan peradaban manusia, selama tidak bertentangan dengan nash-nash naqliyyah.

KH. Sahal Mahfudh memandang prinsip-prinsip Aswaja bukan semata berlaku pada aspek-aspek keagamaan, melainkan dapat diaplikasikan merespon isu-isu sosial dan kemasyarakatan. Aktualisasi nilai Islam Aswaja dibutuhkan untuk menjawab kesenjangan antara aspirasi keagamaan Islam dengan kondisi sosial masyarakat di Indonesia, maupun secara global. Kesenjangan ini dilihat KH. Sahal Mahfudz sebagai kerugian bagi ummat Islam yang tertinggal dengan peradaban lainnya, setelah berabad-abad masa keemasan sains, ekonomi dan teknologi di tengah ummat Islam. KH. Sahal menyoroti tema aktualisasi nilai Aswaja dalam pengentasan kemiskinan, sebagai contoh, sebagai hal yang strategis dan potensial namun jarang dilakukan.